A.
Perkembangan Emosi Peserta
Didik/ Remaja
Perasaaan dan emosi adalah bagian
dari keseluruhan aspek psikis manusia. Sebagai fungsi psikis perasaan dan emosi
mempunyai pengaruh terhadap fungsi psikis yang lain seperti, pengamatan,
tanggapan, pemikiran, dan kemauan. Emosi dibagi menjadi dua yaitu, emosi
negatif dan emosi positif. Emosi tersebut akan terlihat dari pengalaman,
pengamatan, dan tanggapannya.
- Pengertian Perasaan dan Emosi
Perasaan sulit untuk didefinisikan
secara persis. Menurut (Chaliplin,1989:163) perasaan sebagai pengalaman yang
disadari yang diaktifkan oleh perangsang eksternal maupun bermacam- macam
keadaan jasmani. (Max Scheber,1990:79) membagi perasaan menjadi empat
kelompok,yaitu:
- Perasaan Pengindraan, yaitu yang berhubungan denngan pengindraan, misalnya rasa panas, dingin, dll.
- Perasaan Vital, yaitu yang dialami seseorang yang berhubungan keadaan tubuh, misalnya rasa lelah, lesu, segar, dll.
- Perasaan Psikis, yaitu perasaan yang menyebabkan perubahan- perubahan psikis, misalnyarasa senang, sedih, dll.
- Perasaan Pribadi, yaitu perasan yang dialami seseorang secara pribadi, misalnya terasing, suka, tidak suka.
Perasaan merupakan bagian dari emosi, tidak terdapat
perbedaan yang jelas antara perasaan dan emosi. Emosi bersifat lebih intens
dari perasaan, lebih ekspresif, ada kecenderungan untuk meletus, da emosi dapat
timbul dari kombinasi beberapa perasaan, sehingga emosi mengan dung arti yang
lebih kompleks dari perasaan.
- Hubungan antara Emosi dan Tingkah Laku
Teori yang membahas mengenai hubungan
antara emosi dan gejala- gejalanya kejasmanian termasuk di dalam tingkah
lakunya.
- Teori Sentral
Bedasarkan teori yang dikemukakan
oleh W.B. Cannon gejala kejasmanian timbul akibat dari emosi yang dialami oleh
individu. Sehingga, individu mengalami emosi lebih dahulu baru kemudian
mengalami perubahan- perubahan dalam jasmaninya.
- Teori Perifir
Teori ini dikenal dengan teori
James-Lange karena W. James dan C. Lange dalam waktu yang hampir bersamaan
menemukan teori tentang emosi yang mirip. Mereka berpendapat bahwa perubahan
psikologis yang terjadi dalam emosi disebabkan oleh karena adanya perubahan fisiologis.
perubahan fisiologi ini menyebabkan
perubahan psikologis yang disebut emosi. Menurut teori ini orang susah karena
menangis, orang senang karena tertawa bukan tertawa karena senang.
- Teori Kedaruratan Emosi
Teori ini dikenal dengan teori
Cannon-Bard karena teori W.B.Cannon diperkuat oleh P.Bard. teori ini menyatakan
bahwa emosi merupakan reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi
emergensi atau darurat (Bimo,1910:137, Singgih, 1992:131-135).
Dari teori di atas semakin
memperjelas hubungan antara emosi dan gejala kejamanian atau tingkah laku. Dari
kajian mengenai perilaku sehat dapat dijelaskan bahwa keadaan marah, takut
cemas atau akeadaan terangsang lainnya menyebabkan tubuh memproduksi zat
adrenalin. Sehingga, dalam waktu yang lama produksi adrenalin akan berlebihan
yang mempengaruhi kerja sisitem tubuh. Tekanan darah meningkat, jantung
berdetak lebih cepat, pernafasan terganggu, pencernaan berhenti sementara, dsb.
Dalam kondisi kronis secara terus- menerus kesehatan menjadi terganggu, tekanan
darah tinggi, kolesterol tinggi. Keduanya memicu timbulnya penyakit jantung dan
stroke.
Emosi dapat berfungsi sebagai motif
yang memotivasi atau menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu
berbuat atau bertingkah laku. Tingkah laku yang ditimbulkan oleh emosi tersebut
dapat bersifat positif maupun negatif. Hal ini dapat ditemui dalam kehidupan
sehari- hari misalnya:
1)
Ketika kita mengetahui saudara kita
tertimpa bencana, timbul rasa haru, simpati, kemudian kita tergerak untuk
memberikan sumbangan.
2)
Sekelompok seporter sepakbola
yang menyaksikan tim kesebelasan favorit kalah, timbul perasaan kecewa,
jengkel, marah, lalu bertindak brutal dengan merusak stadion.
3)
Pelajar saling mengolok- olok
kemudian timbul kemarahan, sakit hati, atau dendam, yang akhirnya menyebabkan
perkelahian atau tawuran antar pelajar.
Emosi dapat menimbulkan akibat positif
maupun negatif. Sebaiknya kita dapat mengelola emosi agar tidak menimbulkan
dampak negative yang tidak diinginkan.
3. Karakteristik Perkembangan Emosi Remaja
Masa remaja atau masa adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa
anak ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perkembangan yang pesat
mencapai kematangan fisik, sosial, dan emosi. Pada masa ini dipercaya merupakan
masa yang sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga dan
lingkungannya.
Perubahan-perubahan fisik yang dialami remaja juga
menyebabkan adanya perubahan psikologis. Hurlock (1973: 17) disebut sebagai
periode heightened emotionality,
yaitu suatu keadaan dimana kondisi emosi tampak lebih tinggi atau tampak lebih
intens dibandingkan dengan keadaan normal. Emosi yang tinggi dapat
termanifestasikan dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi
berkobar-kobar atau mudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas,
membentuk mekanisme pertahanan diri. Emosi yang tinggi ini tidak berlangsung
terus-menerus selama masa remaja. Dengan bertambahnya umur maka emosi yang
tinggi akan mulai mereda atau menuju kondisi yang stabil.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
- Perubahan jasmani atau fisik
Perubahan atau pertumbuhan yang berlangsung cepat selama
masa puber menyebabkan keadaan tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan
ini mempengaruhi kondisi prikis remaja. Tidak setiap remaja siap menerima
perubahan yang dialami, karena tidak semuanya menguntungkan. Terutama perubahan
tersebut mempengaruhi penampilannya. Hal ini menyebabkan rangsangan didalam
tubuh remaja yang sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan psikisnya,
khususnya perkembangan emosinya.
- Perubahan dalam hubungan orang tua
Orang tua yang mendidik anaknya yang sedang beranjak
dewasa dengan cara apa yang dianggap baik oleh orang tua, misal cara yang
otoriter, penerapan disiplin yang terlalu
kaku, terlalu mengekang dapat menimbulkan ketegangan antara orang tua
dan anak, yang akan mempengaruhi perkembangan emosinya. Kemudian jika penerapan
hukuman dilakukan dengan cara yang tidak bijak dapat menyebabkan ketegangan
yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan pemberontakan pula, karena pada
dasarnya ada kecenderungan remaja untuk melepas diri dari orang tua.
- Perubahan dalam hubungan dengan teman-teman
Pada awal remaja biasanya mereka suka membentuk gang
yang biasanya pula memiliki tujuan yang positif untuk memenuhi minat bersama
mereka, namun jika diteruskan pada masa remaja tengah atau remaja akhir para
anggota mungkin membutuhkannya untuk melawan otoritas atau untuk melakukan yang
tidak baik. Yang paling sering mendatangkan masalah adalah hubungan percintaan
antar lawan jenis dikalangan remaja. Percintaan dikalangan remaja juga
terkadang manimbulkan konflik dengan orang tua, karena ada kekhawatiran dari
pihak orang tua kalau terjadi hal-hal yang diluar batas sehingga mereka
melarang anaknya pacaran.
- Perubahan dalam hubungannya dengan sekolah
Menginjak remaja mungkin mereka mulai menyadari betapa
pentingnya pendidikan untuk kehidupan dimasa mendatang. Hal ini sedikit banyak dapat
menyebabkan kecemasan sendiri bagi remaja. Lebih lanjut berkaitan dengan apa
yang akan mereka lakukan setelah lulus.
- Perubahan atau penyesuaian dengan lingkungan baru.
1)
Perubahan yang radikal
menyebabkan perubahan terhadap pola kehidupannya.
2)
Adanya harapan sosial untuk
perilaku yang lebih matang.
3)
Aspirasi yang tidak realistis.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, kiranya
masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja atau
peserta didik. Namun dari yang telah diuraikan diatas rasanya telah cukup
banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja.
5. Perbedaan Individu dalam Perkembangan Emosi
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
remaja individu. Kepribadian, lingkungan, pengalaman, kebudayaan, pendidikan,
pendidikan, merupakan variabel yang sangat berperan dalam perkembangan emosi
individu. Perbedaan individu juga dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan
kondisi atau keadaan individu yang bersangkutan, antara lain yaitu:
a)
Kondisi dasar individu
Berkaitan
dengan struktur pribadi individu. Misalnya, ada yang mudah marah, ada juga yang
susah marah.
b)
Kondisi psikis individu pada
suatu waktu
Misalnya, saat sedang kalut, seseorang mudah
tersinggungdibanding dalam keadaan normal.
c)
Kondisi jasmani individu
Pada saat sedang sakit biasanya lebih mudah perasa atau
lebih mudah marah.
6. Upaya Mengembangkan
Emosi Remaja dan
Implikasinya dalam Pendidikan
Telah diketahui bahwa pada masa remaja individu
mengalami masa dimana kondisi emosinya meningkat. Peran orang tua, sekolah, dan
masyarakat sangat diharapkan dalam rangka membantu para remaja untuk mengontrol
dan mengelola emosinya kepada penyaluran yang positif.
- Orang tua
Orang tua diharapkan dapat memberikan lingkungan yang
kondusif terhadap perkembangan emosi remaja.memberikan perhatian dan kasih
Sayang, meningkatkan komunikasi dua arah, siap menerima keluhan dan mencarikan
jalan keluar terhadap permasalahan yang dialami remaja akan memberikan suasana
yang sejuk bagi remaja.
Tidak membrerikan tuntutan yang berlebihandan
menghindari larangan yang tidak terlalu penting serta memberikan pengawasan dan
perngarahan secukupnya merupakan hal yang menyanangkan bagi remaja. Pembatasan
dan tuntutan terhadap remaja hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan
remaja. Memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan posisinya.
Penegakan disiplin dilakukan dengan bijaksana. Penerapan
disiplin yang mendidik disertai dengan suatu pengertian terhadap makna disiplin
tersebut merupakan pilihan yang baik. Disiplin yang terlalu kaku atau keras,
disertai hukuman badan dapat menimbulkan penolakan atau bahkan pemberontakan
dari remaja. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan
semua pihak.
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah sikap
konsisten dari orang tua. Ketidakkonsistenan orangtua dapat menimbulkan
kebimbangan remaja dalam perilakunya. Remaja akan mengalami kesulitan dalam
menarik simpulan atau mengambil pelajaran dari apa-apa yang yang telah
diajarkan oleh orangtuannya. Selain itu diperlukan pula sikap yang tenang,
berwibawa, dan arif bijaksana dalam menghadapi luapan emosi oleh para orangtua
maupun pendidik.
b. Sekolah
Sekolah , tempat dimana remaja menghabiskan sebagian
waktunya juga diharapkan dapat menyediakan tempat untuk mentransfer lmu penetehuan,
sekolah diharapkan mampu menjadi tempat yang menyenangkan bagi remaja dengan
menyediakan fasilitas yang bersifat rekreatif dan positif, sehingga remaja
dapat menyalurkan aktifitasnya. Demikian juga pembuatan peraturan-peraturan dan
penegakan disiplin di sekolah diharapkan dapat dilakukan dengan bijaksana
sehingga mendapat tanggapan yang positif dari para peserta didiknya.tak
ketinggalan peran para guru di sekolah.
Guru diharapkan mampu menjadi orangtua kedua di sekolah. Di samping
memberikan ilmu pengetahuan juga memberikan teladan yang baik. Membina hubunga
yang baik dengan peserta didik, sabar, pengertian, siap membantu peserta didik
yang mengalami kesulitan atau permasalahan, tidak arogan dan sewenang-wenang
merupakan sikap yang didambakan oleh para peserta didik untuk melakukan tugas
dan kewajibannya dalam rangka mencapai prestasi yang tinggi.
c. Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat menjadi wahana yang baik
bagi perkembangan emosi remaja. Menyediakan fasilitas untuk penyaluran emosi
remaja secara positif dan memberi contoh yang baik atau memberikan norma-norma
dalam mengontrol atau mengelola emosi.
B. Perkembangan Intelek Peserta Didik
Intelek atau intelegensi dalam dunia pendidikan dan
pengajaran menempati posisi yang sangat strategis. Intelegensi merupakan salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar.
1. Pengertian
Intelek Peserta Didik
Istilah intelak berasal dari kata intellect ( bahasa
inggris ) yang berarti proses kognitif berpikir, daya menghubungkan, serta kemampuan
menilai dan mempertimbangkan. Masyarakat umum mengenal intelegensi sebagai
istilah yng menggambarkan kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk
memecahkan problem. Pandangan masyarakat umum tersebut waalaupunbelum
memberikan arti yang jelas mengenai intelegensi, namun tidak berbeda jauh dari
makna inelegensi sebagaimana yang didefinisikan oleh para ahli.
Banyak pengertian intelegensi yang dikemukakan oleh
para ahli. L.M Terman menyatakan bahwa intelegensi adalah kesanggupan untuk
belajar secara abstrak. Terman membedakan antara kemampuan ( ability ) yang
berhubungan dengan hal-hal yang konkret dan ability yang berrhubungan dengan
hal-hal yang abstrak. Orang dikatakan intelegen jika orang tersebut dapat
berpikir abstrak dengan baik ( Azwar, 1996:5; Patty F. 1982:128 )
Sedangkan D. Wechsler, pencipta tes intelegensi yang
masih populer sampai sekarang mendefinisikan intelegensi sebagai kumpulan atau
totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak terarah atau bertujuan, berpikir
secara rasional, serta dapat menghadapi lingkungannya dengan efektif. Selain
itu masih banyak lagi ahli intelegensi dengan berbagai macam definisi mereka.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan
para ahli inelegensi, dapat dijelaskan pula bahwa yang dimaksud intelegensi
adalah kemampuan relatif untuk melakukan berbagai macam fungsi mental, meliputi
penelaran emahaman, mengingat, mengaplikasikan gambar( Furhman 1990:286 ).
Dalam mengkaji intelegensi, paling tidak ada dua
pendekatan yang biasa dipakai, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan
kualitatif atau perkembangan. Pendekatan kuantitatif sebagaimana telah
diuraikan secara singkat diatas, lebih menitikberatkan pembicaraan mengenai
intelegensi dari sisi psikometris dan struktur intelegensi. Pendekatan psikometris
memandang intelegensi sebagai sesuatu yang statis, yaitu serangkaian kemampuan
yang dapat diukur. Sedangkan pendekatan perkembangan menekankan perbedaan
secara kualitatif dalam proses berpikir didasarkan pada pengaruh kematangan dan
lingkungan ( Furhman, 1990: 286 ). Salah satu tokohnya yang terkenal adalah
Jean Piaget.
Prinsip dari teori piaget menyatakan bahwa daya
pikir atau kemampuan mental individu yang berbeda usia akan berbeda secara
kualitatif. Piaget tidak melihat intelegensi sebagai sesuatu yang dapat
didefinisikan secara kuantitatif, sebagaimana umumnya dicermnkan oleh banyak
jawaban benr pada suatu tes intelegensi. Oleh karena itumenurut piaget masalah
utama dalam mebahas intelegensi adalah masalah cara mengungkapkan berbagai
metode berpikir yang digunakan oleh individu dari berbaga tingkatan usia.
Piaget terkenal dengan teori mengenai perkembangan
kognisi. Kognisi dapat dijelaskan sebagai pengertian yang luas, mengenai
berpikir dan mengamati, atau tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh
pengertian ataupun yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian ( Monks,dkk,
1999:208 ). Kognisi merupakan proses psikologis yang terlihat dalam memperoleh,
menyusun dan menggunakan pengetahuan merangkap kegiatan belajar, memecahkan
persoalan dan sebagainya.
Dalam menyusun teorinya piaget banyak dipengaruhi
oleh ilmu biologi dan epistimologi. Piaget beranggapan bahwa setiap organisme
mempunyai dua kecenderungan pokok, yaitu kecenderungan adaptasi dan organsasi.
Adaptasi adalah kecenderungan bawaan dari organisme untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Kecenderungan adaptasi ini mempunyai dua komponen atau dua
proses yang komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah kecenderungan organisme untuk
mengubah lingkungan disesuaikan dengan dirinya sendiri. Misalnya bila orang mau
makan maka pencernaannya tidak perlu berubah, yang berubah adalah makanannya
agar sesuai dengan struktur pencernaannya. Sedangkan akomodasi kecenderungan
organisme untuk mengubah dirinya agar sesuai dengan lingkungannya. Misalnya
seorang bayi akan meraih sesuatu maka bayi tersebut harus menyesuaikan
pengamatan, posisi dan gerakannya agar dapat meraih benda tersebut.
Kecenderungan organisasi digambarkan sebagai
kecenderungan bawaaan organisme untuk mengintegrasikan proses-proses yang
berdiri sendiri menjad sistem yang koheren. Hubungan antara adaptasi dan
organisasi yang bersifat komplementer. Bila organisme mengadakan organisasi
maka ia akan mengasimilasi kejadian baru pada struktur yang sudah ada dan
mengakomodasi struktur yang sudah ada untuk situasi baru. Selain itu piaget
juga mengemukakan prinsip equilibrium atau keseimbangan. Prinsip ini menjaga
agar perkembangan berjalan dengan teratur. Proses asimilasi dan akomodasi yang
komplememter menyebabkan seseorang selalu mencapai keadaan yang seimbang.
Keseimbangan di sini menunjuk pada relasi antara individu dengan lingkungan,
terutama relasi antara struktur kogitif individu dengan struktur keliling.
Dalam bahasa piaget dapat dikatakan intelegensi
adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku
suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap situasi-situasi baru.
Dalam
arti sempit intelegensi didasarkan pada intelegensi operasional, termasuk pada
taraf-taraf bercirikan intelegensi tertentu(Piaget,1986:277)
Selanjutnya
menurut piaget perkembangan kognisi dapat dibagi menjadi beberapa stadium. Hal
ini berarti fungsi kognitif pada umur yang berbeda akan jelas dibedakan satu
sama lain. Stadium yang berurutan ini menunjukan kemungkinan kognitif baru yang
sebelumnya belum ada ( Monks,1999:217 ).
Stadium
atau tahap perkembangan kognisi tersebut adalah :
a. Tahap
sensomotorik/ instingtif ( 0-2 tahun )
Tahap ini merupakan
masa dimana segala tindakan tergantung melalui pengalaman indrawi. Anak melihat
dan meresapkan apa yang terjadi,tetapi belum mempunyai cara untuk
mengkategorikan pengalaman itu.
b. Tahap
pra-operasional / intuitif ( 2-7 tahun )
Dalam tahap ini individu tidak
ditentukan oleh pengamatan inderawi saja,tetapi juga oleh intuisi.Anak mampu
menyimpan kata-kata serta menggunakannya,terutama yang berhubungan erat dengan
kebutuhan mereka.Pada masa ini anak siap untuk belajar
bahasa,membaca,menyanyi.Menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara pada anak
akan mempunyai akibat yang baik bagi perkembangan bahasa mereka.Cara belajar
yang memegang peran pada tahap ini adalah intuisi ( gerak hati). Pada tahap ini
anak suka berkhayal. Intuisi membebaskan mereka dan semaunya berbicara, tanpa
menghiraukan pengalaman konkrit dan paksaan dari luar. Sering kita lihat anak
berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada disekitarnya, misalnya
pohon,anjing, kucing,dansebagainya yang menurut mereka benda-benda tersebut
dapat mendengar dan berbicara. Peristiwa semacam ini baik untuk melatih diri
anak untuk menggunakan kekayaan bahasanya. Piaget menyebut tahapan ini sebagai
tahap “collective monolog”. Pembicara yang egosentris dan hubungan dengan orang
yang sedikit sekali.
c.
Tahap konkrit operasional(7 -11 tahun)
pada
tahap ini anak sudah memahami hubungan fungsional, karena mereka sudah menguji
coba suatu permasalahan. Cara berfikir anak masih konkrit belum menangkap yang
abstrak. Dalam hal ini sering terjadi kesulitan antara orang tua dan guru.
Misalnya orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi memakai
cra yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru, sehingga anak tidak
setuju. Akibatnya cara yang ada tidak dimengerti semua.
d.
Tahap formal operasional (11 tahun keatas)
pada tahap ini individu mengembangkan pikiran formalnya.
Mereka bisa mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti
simbolik dan khiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam suatu
kegiatan akan lebih memberikan mereka yang lebih positif. Misalnya puisi lebih
menguntungkan dari pada menonton. Praktek lebih baik atau lebih menguntungkan
dari pada teori
2. Hubungan intelejensi dan tingkah laku
Orang yang mempunyai intelejensi tinggi adalah orang
yang memiliki dan dapat menggunakan intelejensi atau kognisinya dengan baik.
Sehubungan dengan
hal tersebut orang yang mempunyai
intelejensi tinggi diharapkan dapat menampilkan tingkah laku intelejensi yang
tercermin dari cara berfikir yang logis, cepat, mempunyai kemampuan abstraksi
yang baik, mampu mendeteksi, menafsirkan, menyimpulkan, mengevaluasi,
dan mengingat,
menyelesaikan masalah dengan baik, bertindak terarah sesui dengan tujuan,
dapat menyesuikan
dengan tuntutan lingkungan yang baru, dan sebagainya. Atau dengan kata lain
orang yang berintelejensi tinggi dapat bertindak efektif, cepat, dan tepat.
Apabila dikaitkan
dengan prestasi belajar, maka intelejensi merupakan salah satu faktor yang
menentukan prestasi. Individu yang memiliki intelejensi yang tinggi diharapkan
akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, karena intelejensi merupakan
modal potensial yang memudahkan seseorang dalam belajar. Maka tidak salah kalau
muncul anggapan bahwa intelejensi merupakan faktor yang menunjang prestasi
belajar yang baik. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menempatkan intelejensi
melebihi porsi yang seharusnya. Mereka menganggap hasil tes intelejensi yang
tinggi merupakan jaminian kesuksesan belajar seseorang sebaliknya intelejansi
yang rendah merupakan vonis akhir bagi individu bahwa dirinya tidak mungkin
mencapai prestasi belajar yang baik anggapan semacam ini tidaklah tepat, karena
masih banyak faktor yang ikut menentukan prestasi. Anggapan yang tidak tepat
tersebut bisa berdampak tidak baik bagi individu karena dapat melemahkan
motifasi siswa untuk belajar yang justru dapat menjadi awal dari kegagalan yang
seharusnya tidak perlu terjadi.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan hubungan yang sistematis antara intelegensi dan
prestasi belum dapat dinyatakan secara konklusif atau pasti beberapa temuan
tidak secara konsisten memperlihatkan korelasi yang signifikan.hal ini
mengisyaratkan bahwa pada situasi tertentu memang prestasi belajar ditentukan
oleh faktor intelegensi,namun masih banyak faktor lain yang juga ikut berperan
(Azwar,1996: 170)
Belum lama ini ada
issue hangat yang cukup menarik perhatian masyarakat dengan munculnya emotional
intellegence atau kecerdasan emosi.
Sebelumnya
banyak orang yang masih mempunyai keyakinan bahwa tingkat intelegensi (biasa
dinyatakan dalam bentuk IQ atau intellegence quotient)yang tinggi akan menjamin
kesuksesan di masa mendatang.tetapi pada kenyataannya tidak semua individu
dengan ber-IQ tinggi bisa mencapai sukses di masa dewasanya. Sebaliknya individu
dengan IQ rata-rata justru bisa lebih berhasil dari teman-temannya yang ber-IQ
tinggi.menurut sebagian ahli hal ini
disebabkan oleh IQ hanya mempengaruhi sebagian kecil atau menyumbang 20% dari
faktor-faktor yang menentukan keberhasilan.
3. Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
Beberapa ciri pada tahap ini adalah :
a. Individu mampu berpikir logis dengan objek-objek
yang abstrak.
b. Individu mampu melakukan introspeksi diri,
sehingga kesadaran diri sendiri tercapai.
c. Individu mulai mampu untuk membayangkan
peranan-peranan yang akan diperankan sebagai orang dewasa.
d. Individu mulai mampu untuk menyadari dan
memperhatikan kepentingan massyarakat di lingkungannya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Intelek
a. Faktor Bawaan ( hereditas )
Individu membawa gen-gen dari ayah dan ibunya.
Sebagian dari gen tersebut memiliki sifat yang akan menurun. Jadi secara
potensial individu telah membawa kemungkinan apakah dia akan mempunyai
kemampuan normal, di bawah normal, atau di atas normal.
b. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan Prenatal
Kondisi prenatal yang tidak baik dapat
menganggu perkembagan individu. Malnutrisi dan kekurangan gizi yang dialalmi
ibi pada saat hamil dapat mengakibatkan kerusakan otak pada janin.
2) Lingkungan Pasca Natal
a) Keluarga
Keluarga merupakan sumber pengalaman
dan informasi. Disamping itu keluarga juga menjadi tumpuan anaj untuk dapat
memuaskan segala kebutuhan baik fisik maupun psikis.
b) Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang
memberi tanggungjawab untuk meningkatkan perkembangan anak, termasuk
perkembangan intelektualnya.
5. Perbedaan Individu dalam Perkembangan/Kemampuan
Intelektual
Individu membawa
gen-gen yang diwarisi dari ayah ibunya.dengan demikian mereka telah membawa
kemungkinan-kemungkinan tertentu dalam perkembangan intelektual mereka.hal ini
berarti bahwa individu telah memiliki potensial untuk memiliki kemampuan pada
tingkat normal,di atas normal,atau di bawah normal.namun sejauh mana potensial
tersebut berkembang akan bergantung juga pada lingkungan.hereditas dan
lingkungan saling berinterksi dalam mempengaruhi performansi.dengan kata lain
hereditas menentukan apa yang dapat kita lakukan,sedangkan lingkungan
menentukan apa yang dapat kita lakukan.dengan demikian perbedaan individu akan
terjadi karena adanya variasi dari faktor hereditas dan variasi dari lingkungan
Adanya perbedaan
individu tersebut juga dapat dilihat dalam kemampuan menyerap pelajaran dan
kecepatan belajar.ada siswa yang mudah menyerap pelajaran,ada yang sulit,ada
yang cepat dalam memnyerap pelajaran ada yang membutuhkan waktu yang
lama.perbedaan individual ini mungkin juga akan nampak dalam sikap dalam
belajar,keterampilan belajar,proses belajar,dan dalam hasil belajar yang di
capai.
6. Usaha –usaha Membantu Mengembangkan Kemampuan
Intelektual Remaja dalam Proses
pembelajaran
Salah satu tugas
pendidikan yang mulia adalah memberikan
pelayanan pendidikan yang lebih baik untuk peserta didik sehingga mereka
mendapat kesempatan untuk mewujudkan potensinya dalam hal ini adalah potensi
intelektual secara optimal.intuk mewujudkan hal tersebut perlu diadakan
upaya-upaya yang sungguh-sungguh dan terpadu dari berbagai pihak. Usaha-usaha
tersebut dapat dilakukan oleh:
a. Orang
tua
1. Orang
tua diharapkan memberi stimulasi mental yang cukap. Merangsang dan memuaskan
dorongan keingin tahuan anak.
2. Memberi
dorongan, semangat, serta meningkatkan perasaan mampu anak.
3. Menyediakan
sarana dan prasarana belajar yang memadai.
4. Menciptakan
situasi rumah yang kondusif untuk belajar.
5. Memberikan
gizi yang cukup.
b. Sekolah
1. Menyediakan
sarana dan prasarana atau fasilitas belajar mengajar yang memmadai.
2. Menerapkan
sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, tarmasuk
didalamnya mempertimbangkan adanya perbedaan individual paserta didik.
3. Memberi
kesempatan peserta didik untuj learning by doing (belajar sambil mengerjakan)
atau praktek nyata, tidak hanya diberi penjelasan teoritis saja.
4. Menciptakan
situasi belajra mengajar yang membuat peserta didik mempunyai kebebasan dan
keamanan psikologis. Disini peran guru sangat besar untuk menciptakan hal
tersebut. Guru dapat memberikan kebebasan dan kesempatan peserta didik untuk
mengungkapkan ide, pendapat. Guru memberikan penerimaan yang tulus, penuh
pengertian, empati, dan menciptakan situasi yang tidak membuat peserta didik
merasa terancam atau terteka. Guru memberikan semangat dan dorongan serta
perasaan mampu bagi peserta didik.
c. Pemerintah
.
1. Adanya sistem pendidikan yang berkualitas dan
relatif stabil, karena sisitem pendidikan yang berubah-ubah akan berdampaka
tidak baik bagi pendidik maupun peeseta didik dan bisa mengakibatkan
underachiever.
2. Menetapkan
kurikulum yang tidak terlalu sarat muatan, karena dapat menimbulkan akibat
buruk bagi peserta didik, seperti : stress, tak bergairah dan motifasi
menurun.
ijin copas
BalasHapus