Makalah Tentang peran PGRI dalam Memperjuangkan nasib
guru dan Meningkatkan Profesionalisme Guru
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
PGRI lahir pada 25
November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal
organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)
tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun
1932.
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru
bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru
pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia
Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik
yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan
Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka
umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB
berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang
lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat
perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan
persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah
Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke
tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan
ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran.
Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan
kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi
perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru
Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia
(PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan
sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia”
ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup,
Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat
lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945
menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia
pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala
organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan
pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.
Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang,
dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang
baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25
November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang
bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI
Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan
:
1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran
sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada
khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI). Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan
semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang
dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia.
Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi
profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen,
dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan
kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan
Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional,
dan diperingati setiap tahun. Semoga PGRI,
guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini
adalah
1. Bagaimana
peran PGRI dalam Memperjuangkan nasib guru ?
2. Bagaimanakah Peran PGRI Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Guru ?
1.3. TUJUAN
Adapun tujuan penelitan yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui
peran PGRI dalam Memperjuangkan nasib guru
b. Mengetahui Peran PGRI Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Guru
1.4. MANFAAT
1. Bagi
peneliti, menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang peran PGRI dalam
Memperjuangkan nasib guru
2. Bagi orang
tua dan guru, sebagai sumbangsih pemikiran dengan menambah informasi tentang
peran PGRI dalam Memperjuangkan nasib guru
3. Bagi
peneliti lain, sebagai bahan acuan dan bahan perbandingan dalam penelitian yang
akan sejenis pada masa akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PERANAN PGRI DALAM MEMPERJUANGKAN NASIB GURU
Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) sebagai organisasi profesi terbesar yang dimiliki oleh guru di Indonesia
adalah organisasi yang sangat ideal dan tepat sebagai wadah untuk meningkatkan
profesionalisme guru, mengatasi berbagai masalah yang dihadapi para guru serta
memperjuangkan nasib guru dan pendidikan pada umumnya. Agar guru dan tenaga
kependidikan dapat berperan maksimal dalam menjalankan fungsinya, mereka perlu
didukung, dibantu, didorong dan diorganisasikan dalam suatu wadah yang dinamis,
prospektif dan mampu menjawab tantangan masa depan. Organisasi yang tepat dan
telah mampu melakukan hal itu semua adalah PGRI. Sejarah telah membuktikan
bahwa keuletan, kekompakan, kejuangan dan perjuangan PGRI selama ini telah
menempatkan PGRI bukan saja menjadi organisasi guru dan tenaga kependidikan
yang terbesar di Indonesia, tetapi juga merupakan bagian dari organisasi guru
dunia yang tersebar di 158 negara di Dunia yang anggotanya kini lebih dari 25
juta.
Akan tetapi hingga kini masih banyak
guru di Indonesia yang belum masuk sebagai anggota PGRI. Teritama dari kalangan
guru swasta atau guru dari Departemen Agama. Hal ini terjadi karena perekrutan
anggota PGRI bersifat sukarela dan terlepas dari birokrasi pemerintah. Memang
tidak ada aturan yang mewajibkan bahwa semua guru baik negeri maupun swasta
harus masuk menjadi anggota PGRI. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak
tahu banyak tentang PGRI dan peranannya bagi mereka. Banyak pula di antara
mereka baik yang sudah masuk menjadi anggota PGRI maupun yang belum mencibir
PGRI itu sendiri. Sebagian beranggapan masuk menjadi anggota PGRI tidak ada
manfaatnya. Malah katanya mereka malah rugi karena gajinya dipotong tiap bulan
untuk iuran organisasi. Ada yang mengatakan PGRI adalah hanya organisasi yang
bisanya hanya potong gaji saja, tidak membawa manfaat apa-apa bagi mereka.
Padahal sadar atau tidak sadar sebenarnya mereka selama ini telah menikmati
berbagai peningkatan dan perbaikan nasib guru bahkan kemajuan dunia pendidikan
pada umumnya yang merupakan hasil dari kegigihan perjuangan PGRI yang telah
dilakukan selama ini. Mereka tidak ikut iuran, tetapi mereka telah ikut
menikmati hasil perjuangannya. Bahkan tidak hanya guru saja yang memetik hasil
perjuangan PGRI, tetapi PNS yang lain juga ikut menikmati hasil perjuangan
PGRI. Sebagai contoh kenaikan Gaji PNS Rp 155.250,00 pada tahun 1999,
mengusulkan tunjangan beras diganti dengan uang, memaksimalkan penggunaan ASKES
di RS Swasta dan masih banyak lainnya itu adalah hasil perjuangan PGRI.
Beberapa waktu yang lalu kita
sama-sama menyaksikan pemandangan menarik di televisi dan media massa lainnya.
Ribuan guru dengan seragam PGRI secara bergiliran guru dari Provinsi Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan dikoordinir pengurus PGRI pusat dan
daerah telah melakukan demonstrasi besar-besaran secara nasional dengan
menduduki gedung DPR dan Instansi pemerintah yang lain seperti kantor menteri
Pendidikan Nasional Pusat untuk menuntut peningkatan anggaran pendidikan sampai
20% dari APBN sesuai amanat UUD 1945, peningkatan kesejahteraan guru, terbitnya
PP tentang guru dan tuntutan-tuntutan yang lainnya yang menyangkut nasib guru.
Demo-demo tersebut juga ternyata membawa hasil, seperti telah terbitnya
Permendiknas No. 18/2007 tentang sertifikasi guru yang sekarang telah ramai
dilaksanakan oleh sebagian guru dan sebagian guru yang lulus sertifikasi telah
menikmati tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan dengan
cara dirapel. Ini semua berkat kegigihan dan perjuangan PGRI. Sebagian tuntutan
lainnya juga telah terpenuhi oleh pemerintah.
Wajar mereka berpendapat miring tentang
keberadaan PGRI karena mereka tidak tahu apa yang telah dilakukan PGRI.
Ketidaktahuan mereka mungkin karena mereka tidak masuk menjadi anggota aktif
sehingga tidak tahu banyak hal tentang PGRI dan aktifitasnya, atau menjadi
anggota tetapi tidak mau tahu dengan perjuangan PGRI dan segala aktifitasnya.
Guru-guru di lingkungan Departemen
Agama misalnya, termasuk di MTs Negeri Jeketro hamper semua guru di lingkungan
Depag belum masuk menjadi anggota PGRI. Termasuk Guru –guru di sekolah-sekolah
swasta atau guru-guru GTT. Hal ini disebabkan tidak adanya kuajiban atau
anjuran resmi dari instansi terkait. Sebenarnya bila kita masuk menjadi anggota
PGRI cukup banyak manfaat yang kita dapatkan.:
Pertama, kita
sebagai guru sudah sepantasnya tegabung dalam sebuah organisasi profesi yang
dapat melindungi hak-hak guru dan ikut berkiprah secara aktif untuk kemajuan
guru.
Kedua, dengan
bergabung menjadi anggota PGRI kita bias bergaul dengan guru-guru lain dari SD
sampai SMA baik dari daerah tingkat kecamatan sampai tingkat nasional.
Ketiga, kita akan
mendapatkan bantuan hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) bila
kita mendapatkan masalah-masalah yang berkaitan dengan hokum baik berkaitan
dengan tugasnya maupun kasus pribadi dengan tanpa dipungut biaya.
Keempat, ketika
pensiun kita akan mendapatkan dana pensiun dari Yayasan Dana Setia Kawan
Pensiun PGRI yang besarnya disesuaikan dengan lamanya menjadi anggota PGRI.
Kelima, kita akan
mendapatkan kartu anggota PGRI dan SK Pengurus PGRI yang dapat dipakai sebagai
menambah angka kredit guru atau untuk fortofolio sertifikasi guru.
Keenam, dengan
menjadi anggota PGRI, kita memiliki banyak kesempatan untuk ikut berbagai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PGRI baik di tingkat kecamatan hingga
tingkat pusat yang akan menambah wawasan dan pengalaman tersendiri. Jadi
alangkah baiknya bila guru-guru MTs N Jeketro ikut bergabung menjadi anggota
PGRI dengan membentuk ranting tersendiri di bawah pengurus Cabang Gubug.
Pengurus PGRI cabang Gubug tentunya akan dengan senang hati untuk menerima
anggota baru tersebut.
Apa yang Telah Dilakukan PGRI ?
Sebetulnya banyak sekali perjuangan
PGRI baik pengurus pusat maupun pengurus daerah dalam memperjuangkan nasib guru
pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Ada beberapa hasil perjuangan
PGRI yang perlu ditunjukan untuk menghindari fitnah dan dapat mengurangi peran
serta sebagai anggota PGRI. Secara umum Pengurus PGRI pusat yang lebih aktif
melakukan perjuangan dan desakan baik dikalangan eksekutif maupun legislatif
untuk mengoalkan apa yang menjadi usulannya. Beberapa perjuangan PGRI
yang telah dilakukan selama ini antara lain sebagai berikut :
1.
Mengusulkan kenaikan gaji pada tahun 1999 kepada Presiden, dan hasilnya gaji
PNS naik Rp 155.250,00.
2. Tahun
2000 PGRI mengusulkan tunjangan pendidikan bagi guru, hasilnya tunjangan
fungsional guru naik 150%.
3.
Mengusulkan honor guru wiyata bakti, hasilnya guru wiyata bhakti baik di
sekolah negeri maupun swasta mendapat tunjangan dari pemerintah sebesar Rp
75.000,00 per bulan.
4.
Memperjuangkan bantuan untuk sekolah swata, hasilnya bantuan pendidikan untuk
sekolah swata mengalami peningkatan yang signifikan.
5.
Mengusulkan agar guru TK mendapat perhatian, hasilnya ada Direktur PAUD,
pengangkatan guru TK dan peningkatan kesejahteraan guru TK.
6.
Mengusulkan agar tunjangan beras PNS diganti dengan uang agar tidak merugikan
PNS. Hasilnya sekarang PNS telah menerima tunjangan beras dalam bentuk uang
tunai yang dibayarkan bersamaan dengan penerimaan gaji.
7.
Pemaksimalan penggunaan ASKES agar dapat digunakan di RS Swata. Hasilnya
sekarang ASKES bida digunakan di RS Swata.
8. Untuk
kenaikan golongan IV/a ke atas ditinjau kembali agar tidak diproses sampai ke
pusat sehingga memakan waktu lama. Hasilnya kenaikan pangkat IV/a ke atas cukup
di tingkat Provinsi, kecuali guru di lingkungan Departemen Agama tetap di
pusat.
9. Tunjangan
THR dan tambahan kesejahteraan bagi guru. Hasilnya pemerintah kabupaten/kota
telah mencairkan tunjangan THR dan dana kesejahteraan bagi seluruh PNS di
jajarannya.
10.
Rekruitmen PNS khususnya guru, hasilnya dilakukan secara nasional. Mengusulkan
agar Guru GTT di sekolah negeri diangkat menjadi PNS. Hasilnya guru kontrak
secara otomatis diangkat menjadi PNS meskipun secara bertahap. Bahkan di Depag
seluruh data guru yang masuk dalam data Dbase secara bertahap akan diangkat
menjadi PNS.
11.
Perlindungan dan pembelaan terhadap anggota PGRI yang tersandung masalah hukum
oleh LKBH tanpa dipungut biaya.
12. Mengawal
dan mendorong lahirnya UU Sisdiknas.
13. Mendesak
lahirnya PP tentang Sisdiknas.
14.
Mengusulkan agar guru ditangani oleh sebuah badan independen langsung di bawah
presiden.
15.
Mengusulkan adanya sistem penggajian guru tersendiri pada pemerintah.
16.
Mengusulkan kenaikan tunjangan fungsional guru.
17.
Mengusulkan sistem pembinaan PNS secara nasional, termasuk pemberian
kesejahteraannya.
18.
Mengusulkan agar jabatan struktural di bidang pendidikan ditempati oleh pegawai
yang menguasai bidang pendidikan, meniti karir, dan berlatar belakang
pendidikan.
19. Telah
ikut secara aktif yang berada di barisan paling depan jajaran organisasi guru
dan bekerja sama dengan organisasi politik yang memiliki otoritas, berusaha
menyiapkan dan memperjuangkan UU Guru dan Dosen. Secara kelembagaan perjuangan
untuk melahirkan UUG dan D telah dimulai pada saat konggres ke XVIII tahun 1998
di Lembang, Bandung. Sebelumnya baru berupa wacana yang berkembang sejak tahun
1960.
20. Mengawal
dan mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan PP tentang Guru sesuai dengan
amanat UU GD, hiingga terbitlah Permendiknas No. 18/2007 tentang pelaksanaan
sertifikasi guru.
21. PGRI
selama ini menjadi mitra aktif, strategis, dan kritis terhadap berbagai kebijakan
pemerintah tentang pendidikan, terutama yang terkait dengan kebijakan tentang
guru.
22. Mengawal
agar pelaksanaan sertifikasi guru tidak menciderai kepentingan guru di dalam
berkarya dan memperoleh hak-haknya.
23.
Mensosialisaikan tentang pelaksanaan sertifikasi guru dari tingkat pusat hingga
cabang (tingkat kecamatan).
24. Mengawal
pelaksanaan sertifikasi guru secara objektif dan transparan.
25. Menerima
sejumlah pengaduan dan melaksanakan kajian terhadap kemungkinan model
pelaksanaan sertifikasi guru yang lebih bermutu, efisien dan memenuhi rasa
keadilan guru.
26.Melakukan
kajian terhadap peningkatan profesi dan kesejahteraan guru.
27. Mengawal
penerimaan tunjangan profesi guru.
28.
Perjuangan yang paling hangat dan merupakan kemenangan PGRI adalah lahirnya
keputusan Mahkamah Konstitusi RI nomor 026/PUU/III/2005 yang menetapkan batas
tertinggi dalam APBN tahun 2006 sebesar 9,1% untuk pendidikan tidak memiliki
kekuatan hukum tetap dan bertentangan dengan pasal 31 UUD 1945.
29. Menuntut
kepada pemerintah untuk memberikan uang lauk pauk kepada semua PNS termasuk
guru.
Masih banyak lagi perjuangan PGRI
baik yang telah berhasil maupun yang belum yang telah dilakukan PGRI baik
tingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi harus diakui bahwa perjuangan PGRI
belum maksimal. Hal ini disebabkan karena dua faktor, yaitu :
1. Belum kuatnya PGRI sebagai
kekuatan penekan.
2. Kurangnya political will
dari pemerintah dan birokrasi pendidikan.
Kegigihan PGRI dalam memperjuangkan
hak-hak guru baik negeri maupun swasta berdasarkan UUD 1945 beserta segenap
peraturan pelaksanaannya belumlah surut. Sekalian ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangannya terus menerpa PGRI. Cakupan perjuangan itu antara lain :
realisasi anggaran 20% dari APBN maupun APBD untuk pendidikan sesuai amanat UUD
1945, jaminan pengembangan karier dan keprofesionalan guru, tunjangan
fungsional, tunjangan profesi, tunjangan pendidikan, tunjangan khusus,
kemaslahatan lain, tunjangan kelebihan jam mengajar bagi guru SD, insentif dan
peningkatan kesejahteraan bagi guru swasta dan tenaga honorer. Status karier
dan kesejahteraan guru GTT, guru wiyata bhakti, guru honorer juga terus
diperjuangkan melalui berbagai pendekatan dan cara. Evaluasi sementara,
perjuangan PGRI tersebut ada yang berhasil, tetapi masih banyak juga yang harus
tetap diperjuangkan. Ketidakberhasilan perjuangan itu menurut analisis
sementara penyebabnya adalah karena kader PGRI belum menempati posisi kunci
dalam mengambil kebijakan dalam sistem pemerintahan. PGRI mengamati masih
banyak pejabat pemerintah belum banyak memahami kebutuhan profesional riil para
guru. Para pejabat mempersepsikan pekerjaan guru sama saja dengan jenis
pekerjaan administrasi perkantoran lainnya, sehingga tidak perlu perhatian
khusus. Padahal guru memiliki peranan strategis untuk memajukan dan
mencerdaskan bangsa ini.
2.2. PERAN PGRI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
2.2.1. Bangkitkan Profesionalisme Anggota
Alam konstelasi politik kadang sulit
diprediksi arah dan kehadirannya, serta merta telah memasuki berbagai sektor
kehidupan manusia, mulai dari persoalan-persoalan yang rumit dan pelik
tingkatannya tidak dapat dihindarkan. Organisasi tidak dapat menghindar dari
keadaan ini.
Realitas inilah yang menantang bagi
setiap organisasi untuk lebih merasa bertanggung jawab pada semua anggotanya.
Kondisi ini membawa perubahan yang sangat besar terutama pada proteksi profesi,
seseorang yang menyatakan sebagai profesional pendidik (guru) misalnya, tidak
dapat lagi sembunyi dibalik kekuatan organisasi untuk menjamin eksistensinya.
Kendatipun organisasi tidak
kehilangan inner power (kekuatan sejatinya) untuk melindungi anggota-anggotanya
yang lemah profesi. Organisasi saat ini secara tidak langsung telah berubah
pada perikatan yang profesional, artinya tidak hanya mengemban misi dalam
upaya-upaya perlindungan individu, karena era ini menuntut lebih banyak
persaingan yang sifatnya individual (Competition on individual base).
Organisasi profesi yang secara dini
tidak membekali para anggotanya dengan piranti persaingan, dan tidak hanya
menanti belas kasihan organisasi, secara dini pula dirinya akan terlindas oleh
kemajuan jaman, suatu kenyataan telah berada dipelupuk mata kita, bahwa
hadirnya profesional pendidik asing (guru-guru dari luar negeri), tak satupun
organisasi mampu menolaknya. Karena negara telah mengikat dirinya dalam
berbagai bentuk perjanjian, misalnya, WTO, APEC dan AFTA yang kita sepakati dan
mengharuskan kita sepakat untuk mendunia. Menghadapi kenyataan ini maka sebuah
organisasi, harus melangkahkan kesadarannya pada misi baru, yakni menjadi
katalisator untuk meningkatkan kekuatan profesional para anggotanya. Sebagai
langkah awal adalah mencegah sekaligus mengeliminasi idola-idola sesat.
Meminjam buah fikir "Francis
Bacon" sebagai peletak dasar-dasar empirisme menganjurkan organisasi untuk
membebaskan manusia dari pandanngan atau keyakinan yang menyesatkan, dia
menyebutkan ada empat idola, yaitu:
1. The idols of cave, yakni sikap mengungkung diri sendiri seperti katak
dalam tempurung, sehingga enggan membuka diri terhadap pendapat dan pikiran
orang lain.
2. The idols of market place, yaitu sikap mendewa-dewakan slogan cenderung
suka "ngecap" (lip service).
3. The idols of theatre yaitu sikap membebek, kurang fleksibel, berdisiplin
mati dan "ABIS"- Asal Bapak Ibu Senang".
4. The idols of tribe, yaitu cara berfikir yang sempit sehingga hanya
membenarkan pikirnanya sendiri (solipsistic) dan hanya membenarkan
kelompoknya/organisasinya sendiri.
Jika organisasi telah mampu
membebaskan para anggotanya dari idola-idola tersebut, maka secara tidak
langsung organisasi telah meraup kembali inner power yang selama ini hilang
sebagai akibat kemajuan zaman yang penuh ketidakpastian.
Dikaitkan dengan profesionalisme
guru, maka wadah organisasi seperti PGRI (Persatuan Guru RI) tertantang untuk
memanifestasikan kemampuannya, karena secara makro organisisasi PGRI dihadapkan
pada "barier protection) sebagi akibat globalisasi. Sadar dari realita ini
PGRI akan tetap melakukan upaya cerdas dalam bentuk peningkatan kemampuan
individual (peningkatan kompetensi). Sehingga kesan yang berkembang dan yang
memandang PGRI hanya mempertahankan organisasi sebagai alat pelindung dengan
bermodalkan kekuatan massa (pressure group), tidak selamanya benar.
2.2.2. Mengukuhkan Keahlian
Di era ketidakpastian, tuntutan
keahlian digambarkan sebagai kemampuan personal yang memiliki daya ganda, yakni
disamping memiliki keungulan kompetitif (competitif advantage), sisi lain juga
mempunyai keunggulan komparatif (comparative adventage). Keunggulan kompetitif
ini menuntut professional untuk menguasai kempetensi inti (core competence).
Dalam dunia pendidikan yang disyaratakan sebagai kompetensi inti adalah segenap
kemampuan yang meliputi:
1. Keunggulan dalam penguasaan
materi ajaran (subject mater)
2. Keunggulan dalam penguasaan
metodologi pengajaran (teaching methode)
Dalam undang-undang Guru dan Dosen
kompetensi meliput; kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi
pribadi dan kompetensi sosial. Dari syarat kompetensi ini, merupakan bentuk
tuntutan yang sifatnya dinamik, karena penguasaan materi ajaran, serta
penguasaan metodologi pengajarann selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
jaman.
Dalam penguasaan materi ajaran misalnya,
untuk satu hari saja dunia telah mencatat lebih dari kurang satu juta judul
buku terbit.
Sisi lain yang juga menjadi
tantangan adalah rekayasa bidang teknologi komputer dengan rekayasa tersebut
maka tercipta beberapa perangkat lunak (soft ware) pendidikan yang memiliki
kemampuan luar biasa dan sangat reasonable terhadap berbagai keadaan dan
fungsi. Realitas ini merupakan kendala yang harus dapat diantisipasi oleh
organisasi.
2.2.3. Menguatkan Tanggung Jawab
Tanggung jawab profesi juga terkena imbas kemajuan
jaman, teristimewa untuk profesi pendidik, karena disamping tuntutan bidang
akademik dengan perannya sebagai alih pengetahuan (transfer of knowledge)
secara bersamaan guru membawa beban moral, sebagai pendidik moral.
Kemajuan teknologi ternyata tidak pernah steril dari
budaya baru, teknologi selalu mempercepat dan membawa dampak pengiring, yang
kadangkala bernuansa negatif.
Tanpa disadari langit-langit bumi
telah berubah menjadi atmosfir elektronik, yang dengan bebas dan tanpa merasa
berdosa mengalirkan informasi ke segala penjuru dunia, dan tidak memandang
perbedaan budaya, etika serta etistika.
Suatu gambaran yang serba naïf,
dapat diakses oleh sebagian besar penduduk Indonesia, karena parabola
(indovision) telah mampu menjembatani penyiaran TV-TV asing, dengan tidak
terasa terjadi penetrasi budaya. Secara bersamaan guru telah mendapatkan beban
tambahan untuk memberikan perawatan budaya, agar moral bangsa tetap berada
dalam bingkai budaya.
Keadaan ini menjadi serba-serbi
dilematik, sisi lain guru harus ahli dalam penguasaan subject mater, namun
beberapa waktunya hilang dibagi untuk mengurusi bidang-bidang yang terkait
dengan moral. Sebagai tantangan tanggung jawab profesi yang terkait dengan
persoalan moral profesi adalah semakin lemahnya kepercayaan terhadap guru,
karena nilai-nilai yang berkembang saat ini dengan cepat memberikan perubahan,
namun berbagai persoalan individu utamanya kesejahteraan seorang guru masih
belum dapat dikatakan menggembirakan. Kenyataan menunjukan kepada kita, sering
pula dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menekuni pekerjaan-pekerjaan lain yang
akhirnya merugikan nilai-nilai profesional.
Ilustrasi yang sangat ringan dapat
kita lihat, bahwa kemajuan ekonomi juga mengkondisikan guru lebih senang bahkan
lebih tekun mengerjakan fungsi-fungsi lain yang lebih menjanjikan dari pada
mempertajam visi profesinya. Melihat realita ini, maka organisasi harus
melakukan tindakan cerdas, dengan berupaya terus menerus melakukan siasat.
2.2.4. Jejaring Sebagai Kekuatan
Organisasi PGRI:
Dalam memperjuangkan nasib para
anggotanya untuk mengemban amanat UUD 1945, "mencerdaskan bangsa"
PGRI selalu mengundang dan bekerja sama dengan organisasi lainnya, selama dalam
bingkai tegaknya NKRI. Mendukung upaya pencerdasan bangsa tanpa memandang asal
usul golongan, karena independensi menjadi suratan perjuangannya.
PGRI selalu berjuang untuk mengayomi
para anggotanya, tanpa membuat cidera demi kepentingan bangsa. Oleh karenanya
PGRI menyadari sepenuhnya membangun jejaring (net working) dalam kerangka
peningkatan martabat Bangsa Indonesia khususnya wilayah Kabupaten Mimika selalu
dikedepankan.
BAB III
PENUTUP
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru
bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan
huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan
Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik
yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan
Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka
umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan
keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak
keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat
perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan
persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah
Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke
tangan orang Indonesia.
Semangat perjuangan ini makin
berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru
tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan
posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan
teriak “merdeka.”
PGRI harus lebih
berkiprah, khususnya membantu guru melakukan penelitian ilmiah sehingga mereka
tidak mentok di golongan IVA. PGRI juga
diharapkan mampu menjembatani keinginan para guru dengan pemerintah, baik pusat
maupun daerah agar mampu menterjemahkan hak-hak guru yang harus dibayarkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Akhirnya, PGRI
harus menjadi corong para guru dalam menyampaikan suaranya kepada pemerintah
dan memberikan masukan positif kepada pemerintah tentang langkah-langkah
efektif yang sebaiknya dilakukan. Jangan biarkan PGRI
menjadi seperti pepatah, hidup segan mati tak mau.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I : Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan
Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
BAB II : Pembahasan
2.1. Peranan
PGRI Dalam Memperjuangkan Nasib Guru
2.2. Peran Pgri Dalam Meningkatkan Profesionalisme
Guru
2.2.1.
Bangkitkan Profesionalisme Anggota
2.2.2. Mengukuhkan Keahlian
2.2.3.
Menguatkan Tanggung Jawab
2.2.4. Jejaring Sebagai Kekuatan Organisasi PGRI:
BAB III : Penutup
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga
kita dapat menyelesaikan Makalah Tentang peran PGRI dalam Memperjuangkan
nasib guru dan Meningkatkan Profesionalisme Guru ini dengan baik.
Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan pada junjungan kami, Nabi besar
Muhammad SAW.
Tak lupa pula kami ucapkan banyak
terima kasih kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan restu dan
dorongan / support pada kami dalam menyelesaikan kliping ini. Dan juga kami
ucapkan terima kasih yang tak terhingga pada rekan – rekan dan orang – orang
terdekat kami, yang telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca.
Sehingga dengan Makalah Tentang peran PGRI dalam Memperjuangkan
nasib guru dan Meningkatkan Profesionalisme Guru ini kita bisa memberikan sedikit ilmu dan pengetahuan pada para pembaca.
Kami juga mohon maaf apabila ada kesalahan yang kami sengaja maupun tidak
kami sengaja, karena manusia tidak pernah lepas dari kesalahan. Kritik dan
saran membangun dari anda selalu kami tunggu, agar kedepannya kami bisa lebih
baik dalam penyusunan makalah.
Terima kasih.
Situbondo,
November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar