Cooperative Learning-Teknik Jigsaw
Oleh : Novi Emildadiany*))
=========================
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat
mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta
didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses
pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan
kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn
aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum
secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan
berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat
direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia
pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan
pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang
meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih
banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton
dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku
dan didominasi oleh sang guru.
Proses
pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada
pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep
bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam
kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru
menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan
mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk
bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga
siswa menjadi pasif.
Upaya
peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat
pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana
kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk
berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi
belajar yang optimal.
Proses
pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya
partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada
siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas
lebih hidup.
Pembelajaran
kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di
Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai gotong royong.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan
Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”.
===========================
BAB II
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW
A. Pembelajaran Cooperative Learning
Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam
pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan
memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa
untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model
pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang
mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning
dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur.
Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson
& Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung
jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses
kelompok.
Falsafah
yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong)
dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia
adalah makhluk sosial.
Cooperative
Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut
Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran
Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada
unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur
model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan
suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain dapat mencapai tujuan mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas
dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative
Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang
terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning
membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing
anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas
selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam
pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari
sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini
menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi,
karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan
proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan
perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan
mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar
perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif.
Urutan
langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang
diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini
Tabel
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
B. Tujuan Pembelajaran Cooperative
Learning
Tujuan
pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan
sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan
orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000),
yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam
belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki
prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep
sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar
akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di
samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran
kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain
model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang
yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada
tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar
saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan
penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan
sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih
kurang dalam keterampilan sosial.
C. Model Pembelajaran Cooperative
Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw
pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman
di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Teknik
mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative
Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,
mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik
ini, guru memperhatikan skemata atau
latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini
agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama
dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok
yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
1997).
Model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil
yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa
tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.
Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus
bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik
yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain
tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa
itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok
yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim
ahli.
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa
yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga
yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang
terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk
mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok
asal.
Hubungan
antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends,
1997) :
Kelompok
Asal
Kelompok
Ahli
Gambar.
Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah
dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
- Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
Gambar
Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
- Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
- Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
- Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
- Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
- Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam
pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus
meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat
proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran
Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
- Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
- Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
- Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
- Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar
pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
- Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
- Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
- Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
- Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
=====================================
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran
di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan
terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong
(kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih
hidup. Teknik pembelajaran Cooperative Learning dapat mendorong timbulnya gagasan
yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jigsaw
merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika
pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan
memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Sampai saat
ini pembelajaran Cooperative Learning terutama teknik Jigsaw belum banyak
diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat
gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Sudah
saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya
terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja
sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran
Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang
timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan
sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan
berpikir.
=========================
DAFTAR
PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta :
Grasindo.
Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan
Pendidikan Bersama Tim Wajar Dikdas Kabupaten Kuningan. Kuningan : Dewan
Pendidikan Kabupaten Kuningan.
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam
Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Andira.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman
Pembelajaran Ekonomi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran
Geografi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model – model
Pembelajaran. Bandung : SMP Kartika XI.
Lynne Hill. 2008. Pembelajaran Yang Baik. Bulettin
PGRI Kuningan (Edisi ke-23 / Juni 2008).
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru. Bandung : Rosda.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran.
Bandung : Alfabeta.
*)) Novi
Emildadiany adalah mahasiswa tingkat IV pada Program Studi Pendidikan Ekonomi
FKIP-Universitas Kuningan.
Makalah ini
dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah seminar Ilmu
Manajemen, yang disampaikan oleh Bapak Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd. dan Bapak
Akhmad Sudrajat, M.Pd.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar